Semakin banyak virus penyebab Covid 19 bermutasi, dapat menurunkan efektivitas vaksin. Hal itu diungkapkan Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto. Meski demikian, Tonang menyebut vaksinasi yang ada saat ini masih mampu untuk menahan tingkat penyebaran Covid 19.
Hal itu dikarenakan saat ini sekitar 97 persen virus Covid 19 yang ada adalah virus yang dari Wuhan, China atau virus corona B614G. Sedangkan virus corona yang bermutasi, seperti Delta dan lainnya, memiliki proporsi yang sedikit. "Artinya kalau kita bisa menahan, vaksinasi kita pun masih baik untuk jelas menahan virus (corona) B614G, kita masih punya proteksi."
Untuk menghadapi mutasi virus corona, lanjut Tonang, mencegah penularan menjadi hal utama yang harus dilakukan. "Kita berharap minimal menahan yang banyak, saat ini tidak punya pilihan lain selain menahan supaya tidak masuk dalam saluran napas kita," ungkap Tonang. Tonang menyebut, hingga saat ini varian virus corona menular dengan cara yang sama.
"Sampai saat ini, cara penularannya (varian virus corona) belum berubah, tetap melalui mulut, hidung, dan mata," ungkapnya. Dalam kesempatan itu Tonang juga menjelaskan mutasi sebuah virus merupakan hal yang alami. "Mengapa virus bermutasi? Karena dia perlu mempertahankan kehidupannya."
"Kalau virus tidak bermutasi dia kehilangan kesempatan hidup, maka melakukan mutasi sebagai upaya lebih cepat menular, lebih kuat bertahan di dalam tubuh manusia, dan sebagainya," jelas Tonang. Sama seperti virus pada umumnya, Tonang menyebut virus Covid 19 juga mudah bermutasi. Tonang menjelaskan, dalam perkembangannya, virus SARS Cov2 telah mengalami serangkaian tahapan mutasi.
"Dulu (kemunculan virus) yang ada di Wuhan (China) sekitar 18 bulan yang lalu, kita sebut dengan Virus Wuhan." "Nah ketika sudah menyebar keluar dari Wuhan, ternyata sudah mengalami mutasi, waktu itu dinamakan D164G," ungkap Tonang. Kemudian, lanjut Tonang, virus tersebut berkembang di seluruh dunia dan terjadi variasi mutasi yang beragam.
Mulai dari corona varian UK (Inggris), varian Afrika, varian Brasil, varian California, hingga varian India. Virus corona varian India, ungkap Tonang, memiliki nama dengan kode B1617.2. "Kemudian di akhir Mei kemarin, untuk mengurangi sensitivitas ketika menyebut tempat, oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) diubah namanya menjadi Alpha, Betta, Delta, dan seterusnya," ungkap Tonang.
"Kebetulan yang dari India ini disebut Delta," imbuhnya. Tonang menjelaskan, mutasi virus corona banyak terjadi. "Hanya saja kebanyakan tidak signifikan, tidak mengubah kemampuan tubuh kita untuk menghadang, tidak mengubah kemampuan antibodi kita untuk mengenali," ungkap Tonang.